Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 7
Kemudian
saya melihat raut wajahnya mulai tenang dan damai, tidak ada kerutan sama sekali, wajahnya tidak
memancarkan penderitaan lagi. Saya melihat para dokter dan suster, dan
orang-orang yang menjaganya malah berwajah pucat dan kurus, sedangkan dia malah
berwajah merah bercahaya, sungguh tak terbayangkan. Ketika dia baru menderita
penyakit ini, wajahnya karena menjalani radioterapi, kelihatan sedikit berwarna
hitam. Dengan menfokuskan pikiran melafal Amituofo, wajahnya berubah menjadi
merah bercahaya. Nyonya Chen menasehatinya agar pulang rumah dan melafal
Amituofo, dia menyetujuinya, dan dia masih dapat berterimakasih pada dokter dan
suster yang merawatnya; dia berharap bisa mencabut selang infus, barulah saya
menyadari kaki dan tangannya telah lebih lincah daripada sebelumnya.
Pada
saat itu, dia bukan hanya berhasil menghentikan pendarahannya, bahkan seluruh
penderitaan kesakitannya juga telah lenyap, sama sekali tidak memerlukan anti
sakit, juga tak perlu diinfus lagi, tidak mengerutkan keningnya lagi, tidak ada
siksaan lagi. Di dalam lafalan Amituofo, dalam kondisi damai menghembuskan
nafas terakhir. Tanda-tanda istimewa ini, telah membuktikan bahwa apa yang tertera dalam Amitabha
Sutra
dan Maha-karuna-pundarika-sutra yang
diterjemahkan oleh Master Hsuan Tsang adalah benar adanya.
Di
dalam Amitabha Sutra tertera :
“Insan
yang bertekad lahir ke Alam Sukhavati, asalkan melafal Amituofo
berkesinambungan, saat menjelang ajalnya, Buddha Amitabha dan para Bodhisattva
serta makhluk suci Alam Sukhavati lainnya akan muncul di hadapan praktisi,
bermaitri karuna memancarkan cahaya melindunginya, agar pikirannya tenang tak
tergoyahkan”.
Sedangkan
dalam Maha-karuna-pundarika-sutra tercantum bahwa:
“Buddha
menggunakan kekuatan samadhi untuk memberkati, bahkan membabarkan Dharma kepada
sang praktisi yang sedang menjelang ajalnya, sehingga sang praktisi
membangkitkan sukacita, karena bersukacita, maka masuk ke dalam samadhi
(samadhi benar) dan memperoleh kekuatan prajna, terlahir ke Alam Sukhavati”.
Seorang
pasien yang kesakitan sehingga harus tergantung pada morfin dalam melalui
hari-harinya, hatinya amat risau, organ dalam tubuhnya, kulit, tangan dan
kakinya tidak ada bagian yang tidak diserang kanker, wajahnya berwarna merah merekah, berwibawa,
tidak mengerutkan kening, tidak sesak nafas dan berteriak-teriak, kesadarannya
masih bagus; tanda-tanda istimewa ini membuat saya merasa amat jelas bahwa
kondisi ini serupa dengan apa yang dikatakan dalam sutra Buddha, sungguh ini adalah
Buddha Amitabha muncul untuk memberi pemberkatan. Ini juga merupakan ketrampilan
yang dilatihnya dalam keseharian, barulah dapat terjalin dengan Buddha.
Seperti
yang dikatakan oleh Master Yin Guang : “Pada saat menjelang ajal jika wajah
tidak berubah maka praktisi ini pasti memiliki ketrampilan melatih diri yang tinggi”.
Sepanjang hidup manusia bisa
berpura-pura, hanya saat menjelang ajal tiada kepalsuan lagi, insan yang tulus
dan setia, pada akhirnya akan memperoleh manfaat besar. Saya bertanya pada
dirinya : “Apakah anda ada berkomunikasi dengan Buddha Amitabha?” Istilah
komunikasi ini adalah istilah yang dia pakai selama ini. Dia diam sejenak
kemudian menganggukkan kepalanya. Saya bertanya lagi : “Apakah anda telah
melihat Buddha Amitabha?” Dia
menganggukkan kepala lagi; saya bertanya lagi : “Buddha sedang memancarkan
cahaya menyinari dirimu, apakah kamu telah melihatnya?” Dia mengangguk lagi.
Dia telah menganggukkan kepalanya tiga kali, saya merasa sudah tenang, mengetahui
bahwa dia pasti akan terlahir ke Alam Sukhavati, kemudian dengan hening dia
melafal Amituofo. Ketika kami mengantarnya sampai ke mobil ambulans, airmatanya
berlinang, namun tidak mengerutkan kening, saya berkata padanya : “Kita
sekarang akan pulang ke rumah untuk melafal Amituofo, pulang ke kampung halaman
Alam Sukhavati”. Dia mengangguk, sepanjang perjalanan kami melafal Amituofo di
dalam mobil ambulans.
Bodhisattva
Jiang dan para sahabat Dharma telah selesai mendekorasi ruang untuk para
hadirin melafal Amituofo, ruang ini ditata menjadi begitu agung. Kemudian ruang
ini diberi nama Ruang Melafal Amituofo, kami sangat memuji, karena sebagian
pasien riwayatnya berakhir di Ruang Perawatan Intensif (ICU), lagipula, begitu
menghembuskan nafas terakhir langsung didorong ke ruang mayat yang dingin,
gelap dan sempit, atau di kamar beku di rumah duka. Sedangkan di ruang ini
begitu terang dan luas, sehingga semua kerabat dapat melafal Amituofo untuk
mengantar Upasaka Chen ke Alam Sukhavati, membuat akhir drama yang penuh
sukacita, memotivasi semua insan, sungguh berkah kebajikan yang besar. “Manusia
memiliki tekad, Buddha akan memberikan mujizat”, sungguh tak terbayangkan,
sampai para Bhiksu, sahabat Dharma, organisasi yang membantu melafal Amituofo,
juga pada berdatangan, mereka amat tulus dan saling bergantian untuk menemani
Upasaka Chen melafal Amituofo.
Ketika
Master Jian Yin datang, beliau dengan ramah berbincang dengan para hadirin
serta menceramahkan tentang keistimewaan Alam Sukhavati, bukan hanya hadirin yang
merasa amat bersukacita, bahkan Upasaka Chen sampai membuka kedua matanya yang
telah lama terpenjam, ketika matanya terbuka dia tersenyum, senyumannya
bercampur baur dengan senyuman hadirin lainnya. Sungguh satu senyuman dapat menghilangkan
segala penderitaan.
Setiap
hari Nyonya Chen mencurahkan segala permohonan di hatinya kepada Buddha
Amitabha sampai airmatanya berlinang, akhirnya kini menjadi kenyataan. Para
sahabat Dharma terus berdatangan silih berganti, ada juga yang biasanya sangat
sibuk sehingga sulit diundang juga turut berdatangan, termasuk guru dan kepala
sekolah yang beragama Kristen, baik yang kenal maupun tak kenal, semuanya
berdatangan menghadiri babak akhir drama yang penuh sukacita ini. Bahkan ibunda
dari Upasaka Chen yang semula menangis tersedu-sedu, namun karena melihat babak
akhir drama yang penuh sukacita ini, juga jadi tersenyum sambil memuji : “Ini
sungguh Buddha telah membawanya pergi!” Sungguh, Buddha Amitabha dengan
kekuatan tekadNya telah menuntunnya ke Alam Sukhavati!
Betapa
menderitanya insan berambut putih harus mengantar kepergian insan berambut
hitam, namun apa daya! Di dalam kekuatan maha maitri maha karuna Buddha, kepedihan
ini telah melebur dan berubah menjadi kekuatan keyakinan dan tekad. Upasaka
Chen dengan “menebar senyum terlahir ke Alam Sukhavati” telah mempengaruhi
ibundanya untuk meyakini Buddha dan melafal Amituofo, sehingga telah menunaikan
bakti yang tertinggi.
Lebih
dari sepuluh menit menjelang ajal, dia mengalirkan linangan airmata yang tidak
sedikit, mungkin itu adalah airmata “kesedihan bercampur dengan kebahagiaan”! Karena telah menderita di tumimbal lahir
selama berkalpa-kalpa, dan kini telah memperoleh pembebasan, sungguh bahagia
tiada taranya, juga mengasihi para makhluk yang masih tersesat dan tidak
bersedia kembali ke jalan yang benar, maka itu dia mengalirkan airmata
kesedihan bercampur bahagia. Kemudian pada detik terakhir, tiba-tiba dia
tersenyum sampai gigi pun terlihat, bunga bermekar hati terbuka, dan mampu
menggerakkan tangannya yang selama ini telah tidak lincah, melambaikan tangan
kepada semua hadirin tanda pamit.
Nyonya
Chen yang sudah lama tidak melihat suaminya tersenyum begitu bahagia, juga ikut
menemaninya tersenyum sambil melafal Amituofo. Sepasang suami istri yang begitu
kompak, yang satu terlebih dahulu menuju Alam Sukhavati untuk kuliah, yang
satunya lagi bertekad keluar dari perasaan cinta individu untuk mencintai semua
makhluk, membalas budi Buddha. Yakin bahwa seluruh makhluk yang memiliki tekad
agung serupa dengan Buddha, pasti akan mencapai keberhasilan sempurna. Semasa
hidupnya Upasaka Chen pernah tertawa menghibur Nyonya Chen agar menenangkan
hatinya, memang benar, senyum terakhirnya sungguh membuat semua orang jadi
kagum.
Setelah
melafal Amituofo selama 8 jam, tubuh jasmaninya masih begitu lembut, wajahnya
masih tersenyum serupa masih hidup, setelah diperabukan masih meninggalkan
kenangan berupa sarira. Saya memberinya ucapan selamat! Dengan menebar senyum
memasuki kolam tujuh mustika, selamanya tak perlu lagi menjalani penderitaan,
hingga mencapai KeBuddhaan!
Terimakasih
Buddha Amitabha, mengasihi semua makhluk di lautan penderitaan, tidak pernah
mengabaikan siapapun juga. Buddha berada di mana saja, dan hanya insan yang
tulus sepenuhnya yang dapat meraih tanganNya.
Dikutip dari : Ceramah
Master Dao Zheng
Judul : Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika