Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 1
Tokoh
utama dalam kisah nyata ini adalah Chen Jin-chi. Jin artinya masuk, sedangkan
chi artinya kolam. Menurut penuturan istrinya, pada mulanya nama yang bermakna
demikian tidak memiliki masa depan yang bagus, makanya mereka bermaksud untuk
mengganti nama. Tidak disangka pada detik yang amat penting, barulah tahu bahwa
nama yang bermakna “masuk ke kolam” ini ternyata bertanda baik, masuk ke kolam
tujuh mustika di Alam Sukhavati. Dapat memasuki kolam tujuh mustika Buddha
Amitabha berarti dia dapat mencapai KeBuddhaan dan menyelamatkan para makhluk;
ini adalah masa depan yang gemilang!
Mengapa
kita memperkenalkan Bodhisattva ini? Dia adalah pasien penderita kanker limfoma
yang secara perlahan menyebar menyerang seluruh tubuhnya. Namun drama yang pada
awalnya dikira akan berakhir dengan menyedihkan ini, melalui pemberkatan
kekuatan Buddha akhirnya menjadi drama yang berakhir denga penuh sukacita.
Saat
menjelang ajalnya, setiap insan yang hadir untuk membantunya melafal Amituofo,
tiada satupun yang tidak merasa bersukacita untuknya, karena pada detik
terakhir, dia mampu mengangkat tangannya yang sudah mati rasa, kemudian
melambaikan tangan sambil tersenyum pada semua hadirin. Sejak mengetahui
penyakit yang dideritanya, dia tidak pernah tersenyum, senyumannya ini, sampai
sang istri yang sedang melafal Amituofo, dalam sekejab seluruh kerisauannya
jadi lenyap, akhirnya juga turut menebarkan senyum sambil melafal Amituofo!
Demikianlah
dia mengakhiri peranannya dan dengan tersenyum mengikuti Buddha Amitabha
memasuki kolam tujuh mustika. Dia pernah memiliki tekad besar, yakni ingin
membantu para pasien lainnya yang senasib dan seluruh pasien lainnya dengan
tahap-tahap saat dirinya akan terlahir ke Alam Sukhavati, kebetulan dapat
membuktikan kalimat-kalimat yang tercantum dalam sutra Buddha, sehingga dapat
membangkitkan keyakinan pada mereka yang belum memiliki keyakinan sepenuhnya.
Istrinya
yang baik, dan dua orang anak yang berbakti, saat dirinya jatuh sakit, terus
memberi dukungan padanya, ketika tangannya pegal karena kanker, anaknya segera
membantu memijatnya, menjaganya siang malam, tidak hanya menjaganya, namun juga
terus memotivasinya untuk membangkitkan keyakinan pada Buddha, akhirnya menjadi
barisan yang mengantarnya ke Alam Sukhavati untuk mencapai KeBuddhaan, sehingga
pada kelahiran ini dia memperoleh manfaat yang terbesar dan keberhasilan yang
tertinggi. Dapat dilihat Chen Jin-chi begitu berterimakasih pada keluarganya,
bagaimana keluarganya menjadi keluarga teladan, mengantarnya dari tempat penuh
penderitaan ini ke pantai seberang. Semangat mereka patut kita teladani, karena
itu mengapa saya memperkenalkan kisah ini di sini:
20 tahun yang lalu saya telah mengenal Upasaka
Chen, beliau adalah sahabat abang saya, pertama kali bertemu saya merasa dia
amat jujur dan bepengertian. Pada saat itu saya bilang ke abang saya :
“Diantara teman-temanmu, tampaknya Chen Jin-chi yang paling tulus”. Sejak itu
saya tidak berkesempatan bertemu Chen Jin-chi lagi. Sampai akhirnya di punggung
belakangnya muncul tumbuh tumor sebesar kepiting. Saat pertama berpapasan
dengannya, kebetulan dia sedang diopname di rumah sakit, hatinya merasa amat
menderita dan sangat tegang, dia memberitahuku : ”Di ranjang sebelah sini terdengar nafas sepenggal-penggal, di ranjang
sebelah sana tinggal tulang terbalut kulit, saya merasa amat takut”. Dia
melanjutkan lagi : “Saya tidak ingin hidup demikian, saya tidak ingin hidupku
berakhir dengan cara demikian”.
Saya
berkata padanya : “Hanya dengan yakin pada Buddha dan melafal Amituofo, maka
takkan ada ketakutan lagi! Cobalah berpikir dengan seksama, setelah divonis
kanker maka harus bagaimana melewati hari-hari? Tiada lain, mulai sekarang
mengerahkan segenap kemampuan melewati kehidupan dengan sukacita, sampai pada
detik terakhir, dengan penuh sukacita mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke
Alam Sukhavati melewati kehidupan yang lebih bahagia, ini yang paling baik.
Apakah anda ada cara yang lebih baik?” Setelah mendengar ucapanku, dia tertawa,
sepertinya dia telah tercerahkan, dan kemudian dia berkata : “Betul, sakit juga
boleh melewati hari-hari dengan sukacita, jangan berpikir sembarangan untuk
menakuti diri sendiri, hari-hari masih cemerlang”. Kami berbincang panjang lebar, walaupun jalan
hidup penuh liku-liku, namun kita masih dapat menggunakan suasana hati yang
baik untuk melewatinya.
Akhirnya
dia berkata padaku : “Di Kaohsiung saya memiliki beberapa kenalan, saya ingin
menyewa hall besar di sana, saya ingin menghubungi para dokter di rumah sakit
agar memberitahukan para pasien yang senasib denganku, untuk mengundang mereka
agar bersama-sama, saya ingin agar ucapan anda tadi juga dapat disampaikan
kepada mereka semuanya, agar mereka dapat mengakhiri kegelapan, ketakutan dan
kehilangan arah”. Dia amat serius sampai mengucapkannya tiga kali. Namun saat
itu saya merasa masih belum memiliki kekuatan itu, maka hanya senyum-senyum
berkata padanya : “Anda memiliki niat ini adalah hati maha karuna, Bodhicitta,
dengan hati ini melafal Amituofo, maka akan terjalin dengan Hati Buddha. Kita
harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh Buddha, apalagi dapat membuktikan
Ajaran Buddha, maka semua orang akan percaya. Mereka akan memiliki keyakinan
pada Buddha, dengan sendirinya takkan takut lagi, maka ini barulah dapat
membantu mereka”.
Kini
pada detik terakhirnya, dia memperoleh penjemputan dari Buddha Amitabha, dari
wajahnya terpancar senyuman dan lambaian tangan, dengan penuh sukacita menuju
Alam Sukhavati dan kuliah di sana. Drama yang penuh sukacita ini, sungguh telah
menenangkan hati banyak insan, menwujudkan tekad maitri karunanya untuk
membantu para pasien lainnya. Keberhasilannya ini telah memotivasi mereka yang
telah putus asa, kini saya akan menceritakan pengalamannya untuk kita simak
bersama, juga untuk menwujudkan tekadnya, serta memberitahukan kita semua bahwa
kita juga dapat serupa dengannya, menebar senyum memasuki kolam tujuh mustika.
Dikutip dari : Ceramah
Master Dao Zheng
Judul : Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Sumber : 笑著進入七寶池