Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 5
Setelah melewati berbagai cobaan, akhirnya dia
kembali ke tekadnya semula, niatnya yang paling berharga adalah dapat
mengalihkan penderitaannya menjadi niat untuk membantu makhluk lainnya. Dia
memberitahukan diriku bahwa dia memiliki sebidang tanah, dimana dia ingin
mendirikan tempat peristirahatan bagi para pasien sambil melafal dan
bernamaskara pada Buddha Amitabha, membantu mereka yang menderita. Saya merasa
bahwa kala seseorang berada di ranjang pesakitan namun bisa mengikrarkan tekad
sedemikian, sungguh bukanlah hal yang mudah. “Satu niat baik dapat melenyapkan
ribuan malapetaka, tekad besar menguraikan ribuan kecemasan”. Dengan kekuatan
niat baiknya itu telah mengalihkan penderitaannya ke arah yang lebih baik,
ketika tekad agung diikrarkan maka lepaslah segala penderitaan.
Sesungguhnya saya tidak terlalu memahami tentang
pendirian bangunan, namun saya memberinya ucapan selamat, tidak mudah bagi
seseorang yang sedang berada di ranjang pesakitan dimana otaknya telah
mengalami tekanan dan sulit mengeluarkan suara, namun masih memiliki niat
demikian. Tak peduli bagaimana jalinan jodoh berakhirnya kehidupan ini, namun
yang penting telah membangkitkan sebersit niat baik untuk memberi manfaat bagi
makhluk lain, yang juga berarti telah memupuk bunga dan buah kebijaksanaan
Buddha dan Bodhisattva.
Pada mulanya saya tidak mengira dia begitu serius,
tidak disangka dia menggunakan tangannya yang telah kaku itu untuk menggambar
sebuah denah bangunan, di atas denah ditulis “Namo Amitabha Buddhaya” yang
menunjukkan bahwa bangunan itu adalah vihara. Setelah dia wafat, seorang sanak
keluarganya bermimpi melihat dirinya berada di sebuah bangunan yang indah dan
megah, mungkin ini adalah mujizat dari keinginannya untuk mendanakan sebuah
bangunan bagi para pasien untuk melafal Amituofo!
Karena itu janganlah kikir untuk membangkitkan sebersit
niat baik, juga jangan pelit untuk mengucapkan sepatah kata baik. Kita harus senantiasa
membangkitkan pikiran baik, mengucapkan kata baik, di dalam kondisi yang tidak
menyenangkan segera mengembalikan pikiran ke jalan yang benar, mengarah kepada
Buddha dan cahayaNya. Walaupun dia berada di ranjang pesakitan, namun niatnya
yang kuat untuk membantu insan lain melafal Amituofo, bunga teratai di Alam
Sukhavati bermekaran, istana tujuh mustika yang seharusnya juga menjadi
miliknya seketika terwujud. Segala kondisi tercipta dari pikiran! Pikiran dapat menciptakan Alam Sukhavati, hati dapat menikmati
kebahagiaan.
Pertama kali ketika kami bersua, telah ada seorang
Bodhisattva yang bernama Nyonya Wang, setelah mengetahui kondisi penyakit yang
dideritanya maka segera memberinya Sutra Bhaisajyaguru dan memotivasinya untuk
membaca, karena selama ini Upasaka Chen sehat-sehat saja, mendadak divonis
dokter dan dia tidak dapat menerima kenyataan ini. Seperti juga para pasien
lain yang pada umumnya setelah mendengar vonis dokter, tangan dan kaki akan
gemetaran, dia berharap keajaiban dapat muncul dan sembuh dari penyakitnya,
tidak berharap kehidupan ini berakhir, tidak ingin berpisah dengan keluarganya.
Maka itu sebagus apapun Alam Sukhavati, dia juga tidak sudi ke sana, inilah
kondisi manusia pada umumnya.
Ketika tubuhnya masih sehat, dia tidak ingin
memilikirkan masalah bahwa “suatu hari nanti kehidupan ini pasti berakhir”,
juga tidak berminat untuk menerima maitri karuna Buddha Amitabha. Sikap ini
dapat kita maklumi, sebagian besar orang juga sedemikian. Dalam keadaan serupa
ini jika begitu bertatap muka langsung minta dia melepaskan kemelekatan dan
bertekad lahir ke Alam Sukhavati, mungkin saja kehendaknya adalah memohon
penyembuhan, maka itu dia akan menentang maksud baik kita, sehingga merusak
jodohnya dengan Buddha. Maka itu saya menuruti keinginannya, memberikan
perhatian agar emosi pasien selalu stabil, menjaganya agar jangan ada rasa
takut atau perasaan diabaikan, sendirian menuju jalan kematian yang ditakutkan
setiap insan, saya senantiasa menasehati pasien : “Jangan cemas, sesulit apapun
jalan yang akan ditempuh, kami akan menemanimu melangkah ke sana, Buddha
Amitabha akan menuntun kita, melewati perjalanan ini dengan selamat”. Bahkan
juga menekankan bahwa Buddha Amitabha adalah Cahaya Sukacita, Cahaya
Kebijaksanaan, Cahaya Maitri Karuna,……………..Buddha Amitabha adalah cahaya tanpa
batas dan usia tanpa batas, jika melafal sampai terjalin denganNya maka akan
melenyapkan malapetaka dan memperpanjang usia.
Atau mungkin saja jalinan jodoh masing-masing tidak
sama, masing-masing memiliki jembatan penyeberang dan perahu penyelamat yang
berbeda-beda, walaupun Buddha Amitabha juga dapat melenyapkan malapetaka dan
memperpanjang usia, namun mulanya Upasaka Chen lebih suka pada Buddha
Bhaisajyaguru (yang juga merupakan Buddha yang melenyapkan malapetaka dan
memperpanjang usia). Setiap pasien suka pada melenyapkan malapetaka dan
memperpanjang usia, jarang sekali ada pasien yang begitu jatuh sakit langsung
menyadari ketidakkekalan, dan langsung mempersiapkan urusan menjelang ajal yang
harus dilalui oleh setiap manusia, maka itu harus menuruti keinginan insan lain,
membimbing mengikuti jodoh.
Di dalam Sutra Bhaisajyaguru tercantum sebuah
kalimat yang amat bermakna, dimana tertera bahwa Buddha Bhaisajyaguru sendiri
juga membantu para makhluk untuk terlahir ke Alam Sukhavati, apabila makhluk
tersebut sebelumnya telah membangkitkan tekad untuk terlahir di Alam Sukhavati,
namun mereka masih belum memiliki keyakinan penuh, yang belum mencapai tahap “pikiran
terfokus tak tergoyahkan”, jika dapat mengamalkan “Atthanga Sila“ selama tiga
bulan, dan lagi dapat mendengar nama Buddha “Bhaisajyaguru Vaidurya Prabhasa
Tathagata”, saat menjelang ajal, Buddha Bhaisajyaguru akan bersama dengan
delapan Bodhisattvaya Mahasattvaya muncul dan menuntun jalan sehingga makhluk
tersebut sesuai dengan niatnya dapat terlahir ke Alam Sukhavati.
Dari kalimat sutra tersebut dapat kita ketahui bahwa
walaupun Buddha Bhaisajyaguru adalah pengajar utama di Alam “Vaidūryanirbhāsā“ yang terletak di penjuru timur, namun karena Hati Buddha amat lapang dan luas, takkan membedakan satu
sama lain, namun menyesuaikan dengan kekuatan tekad dan jalinan jodoh para
makhluk serta menwujudkan bimbingan yang paling unggul. Setiap Buddha merupakan
kepala sekolah penyelamat besar yang bermaitri karuna, mereka amat bersukacita
saling memperkenalkan siswa-siswanya untuk saling belajar, takkan ada pembagian
partai, saling berebutan. Kondisi dan jalinan jodoh yang bagaimana yang dapat
membantu makhluk tersebut, sehingga dia akan memperoleh manfaat dan
keberhasilan terbesar, maka dengan dengan demikianlah Buddha akan menuntunnya.
Maka itu bukan hanya dengan melafal Amituofo barulah
dapat terlahir ke Alam Sukhavati, namun sesuai dengan keinginan juga dapat
terkabulkan, dengan melafal Sutra Bhaisajyaguru atau nama Buddha Bhaisajyaguru lalu
melimpahkan jasa kebajikan ke Alam Sukhavati, niatnya juga dapat terwujud.
Bahkan walaupun melafal sutra Mahayana lainnya, asalkan jasa kebajikannya
dilimpahkan ke Alam Sukhavati,
keinginannya untuk terlahir ke Alam Sukhavati juga dapat terkabul, ini ibaratnya
berasal dari SMA berlainan mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi yang sama,
asalkan keyakinan dan tekadnya memperoleh nilai sepuluh, maka akan diterima, terlahir
ke Alam Sukhavati adalah hal yang nyata dan benar, setiap insan dapat
memilikinya, jadi tidak perlu ragu dan khawatir.
Maka itu Upasaka Chen suka membaca Sutra
Bhaisajyaguru, Sutra Ksitigarbha, karena itu saya tidak memaksakan dia agar
harus membaca Amitabha Sutra atau sutra Aliran Sukhavati lainnya, hanya
menganjurkan agar jasa kebajikan dari membaca sutra dilimpahkan dengan bertekad
lahir ke Alam Sukhavati, Buddha Bhaisajyaguru juga akan membantu kita terlahir
ke Alam Sukhavati!
Dikutip dari : Ceramah
Master Dao Zheng
Judul : Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Sumber : 笑著進入七寶池