Kisah Pasien yang diborgol (bagian 3)
Saya berharap dapat menghadiahkannya kado paling terbesar dan terbaik!
Saya mengambil
langkah pertama untuk memperkenalkan Buddha Amitabha kepada dirinya, karena
kehidupan manusia begitu tak kekal, jalinan jodoh yang mudah berubah, mungkin
kesempatan berbicara dengannya hanya ada pada kali ini saja, mungkin
selanjutnya kami tidak bertemu lagi, maka itu dalam penderitaan yang menderanya, saya berharap dapat
menghadiahkan nya sebuah kado yang paling besar dan terbaik yakni
“Amituofo”, tentu saja mungkin dia tak
bersedia menerima dan mengembalikan kepada saya, ini yang selalu terjadi. Namun
asalkan seseorang mendapat kesempatan mendengar kata “Amituofo”, ibarat telah
menelan sebutir berlian vajra, benih KeBuddhaan ini akan berbunga dan berbuah,
tak peduli setelah melewati berapa lama kemudian. Maka itu tak peduli orang
yang setelah mendengarkan anjuranku akan membelalakkan matanya atau
menertawakan diriku, namun saya tetap bersukacita melakukannya.
Dengan kesetiaan dan keberanian
seorang gangster, melatih Jalan Bodhisattva.
Dia sangat berwelas
asih, sikapnya juga baik, dia tidak menertawakan diriku, malah sebaliknya, tak
diduga dia memiliki sikap yang serius, saya merasa seorang ketua gangster
tentunya memiliki kemampuan, dan kesetiaan, bila sebersit pikiran dapat kembali
ke jalan yang benar, dia juga akan berani mengorbankan dirinya demi membantu
insan lain, mengamalkan Jalan Bodhisattva, dan lagipula keberanian dan
kesetiaan mereka juga melampaui orang biasa.
Maka saya sangat
berterimakasih dan berkata padanya : “Menurut perasaan saya, anda adalah insan
yang berjiwa ksatria, hari ini kebetulan ada jalinan jodoh baik, barulah ada
luka tembakan, walaupun menderita, namun bila dilihat dari sudut lain, ini
adalah jalinan jodoh yang baik, karena berkat pengalaman ini, anda jadi
menyadari ketidakberdayaan manusia, penderitaan dan ketidakkekalan. Dapat
memahami diri sendiri berarti juga dapat memahami insan lain, dengan jiwa
ksatria dan keberanianmu, bila dapat menyadari penderitaan dan Buddha Dharma,
saya yakin anda juga akan meraih keberhasilan yang serupa dengan kewibawaan
maitri karuna Buddha.
Saya yakin anda akan menjadi ksatria
sejati!
(Buddha adalah ksatria sejati –
menaklukkan diri sendiri, bersabar pada apa yang tidak bisa ditoleransi insan
lain)
Saya berkata lagi
padanya : “Apakah anda pernah melihat di vihara ada papan tertulis kalimat
“Aula Mustika Ksatria Sejati”? Buddha adalah ksatria sejati, disebut ksatria
karena telah menaklukkan diri sendiri, dapat bersabar pada apa yang tidak dapat
ditoleransi insan lain, saya yakin anda kelak juga bisa menjadi seorang ksatria
sejati!”
Rupang Buddha adalah untuk
mengingatkan kita, agar kembali pada jiwa sejati.
Melafal Amituofo untuk mengubah
nasib, membangkitkan pencerahan tiada batas.
Sambil berbincang-bincang
saya mengeluarkan poster “Tiga Suciwan Alam Sukhavati”dan memperkenalkan
padanya : “Ketika pikiranku sedang kalut, saya suka melihat mata Buddha yang
begitu maitri karuna, rupang Buddha ini untukmu, dikala hatimu sedang tak
nyaman, cobalah memandang mata Buddha Amitabha, dalam hatimu lafallah Amituofo,
mata Buddha amat berwelas asih, setiap saat dapat menenangkan diri kita, menanti
diri kita. Di sebelah kiri Buddha Amitabha adalah Bodhisattva Avalokitesvara,
yang senantiasa mendengar keluhan penderitaan para makhluk, menuruti suara dan
menyelamatkannya, di mana ada penderitaan, Bodhisattva segera melakukan penyelamatan. Dalam diri
setiap makhluk terdapat sebuah mustika, karena berdebu maka dia tidak bisa
memancarkan cahaya terang. Dengan memandang rupang Buddha, adalah mengingatkan
kita untuk mengembalikan cahaya mustika tersebut.
Apakah anda pernah
mencoba melafal Amituofo? Manfaatnya bukan saja menenangkan batin namun kondisi
tubuh juga akan segera pulih, setiap lafalan adalah untuk mengembalikan cahaya
jiwa KeBuddhaan kita, setiap lafalan akan mengubah nasib kita, makin melafal
makin berkurang kerisauan, makin bersinar terang. Kehidupan kita cepat lambat
akan usai, ketika akan berakhir, asalkan kita bertekad lahir ke Alam Sukhavati,
Buddha pasti akan datang menjemput.
Dia memiliki akar kebajikan yang
tebal, hanya saja jalinan jodoh yang salah…………
Kemudian saya
melepaskan tasbih yang ada di tangan dan memberikan padanya, saat itu saya
sangat berterimakasih karena dia tak menolaknya, dan bahkan begitu menerimanya,
dia langsung mulai melafal Amituofo sambil menghitung tasbih. Saya beranjali
memberi hormat padanya, airmataku juga ikut menetes, akar kebajikannya lebih
tebal daripada diriku! Hanya saja karena jalinan jodoh yang salah.
Perubahan
180 derajat
Pada malam itu, karena
masih ada pasien lain yang juga memerlukan perawatan, maka saya mengakhiri
perbincangan dengannya, dia melanjutkan melafal Amituofo sendirian. Keesokkan paginya,
ketika suster yang menjaganya berganti giliran, terkejut dan berteriak : “Aiya!
180 derajat berubah! Hari ini dia jadi begitu ramah! Dia tak membentak lagi,
namun berkata padaku “Amituofo! Terimakasih”, sungguh membuatku jadi
tersanjung!”
Dikutip dari Ceramah Master Dao-zheng :
Kelompok Gangster Berubah Menjadi
Pesamuan Kolam Teratai