Amituofo pil
mujarab yang tiada taranya, dimasak dengan sup apapun tetap lezat.
Tak peduli insan lain hendak melafal
Amituofo dengan irama apapun, walau kedengarannya enak atau tidak, kita tetap
melafal Amituofo, bila setelah mendengarkan lalu tak sudi ikut melafal dan
memiliki macam-macam “pendapat”, ini namanya kita tidak tulus! Insan lain
melafal Amituofo dan telah terlahir ke Alam Sukhavati, sementara kita yang
masih meributkan pendapat sendiri, bertumimbal lahir di enam alam. Jujur saja,
melafal Amituofo harus menuruti kondisi namun tak berubah, tak berubah walau
menuruti kondisi, tak peduli ketemu jalinan jodoh apa, harus dapat beradaptasi
dan menuruti keadaan, dalam hati tetap melafal Amituofo. Dalam stasiun maupun
terminal yang begitu hiruk pikuk juga harus bisa melafal Amituofo dengan
tenang, suara motor yang sangat keras, kita juga harus bisa melafal Amituofo
dengan sukacita. Menukar sup namun tidak mengganti obatnya, beragam cara
mengolah sup, namun obatnya tidak diganti, Amituofo adalah pil Agada, penyembuh
segala macam penyakit, memasaknya dalam segala ragam sup tetap melezatkan.
Suara apapun yang terdengar
tetap bersukacita melafal Amituofo, berbahagia terlahir ke Alam Sukhavati.
Meskipun dunia ini
dipenuhi keramaian dan hiruk pikuk, namun teratai di hati selamanya tetap
bermekaran.
Banyak
orang mengeluh lingkungan yang hiruk pikuk sehingga tak bisa melafal Amituofo, atau
mengeluh suara atau musik di sekitarnya sehingga tidak bisa melafal Amituofo
dengan tenang. Sesungguhnya hidup di dunia ini, penuh dengan ragam suara, namun
kita dapat menyerasikan dengan irama Amituofo yang kita lafal, tak peduli
apakah suara atau musik itu enak didengar atau tidak; tak peduli apakah kita
suka atau tidak, juga harus mengubahnya menjadi “Amituofo”. Meskipun dunia ini
dipenuhi keramaian dan hiruk pikuk, kita harus menjaga agar teratai di hati
senantiasa bermekaran! Karena kita tidak
bisa menjamin saat menjelang ajal,
kebetulan di sebelah lagi ada pesta pernikahan dan orang-orang sedang
membakar petasan, tidak ada orang yang sedang membangun rumah sehingga ada
bunyi palu dan bor, tak ada yang membunyikan klakson. Kita juga tidak bisa
menjamin kebetulan saat itu di sekitar
kita ada yang memutar musik dengan keras sambil menari, juga lebih tidak bisa
menjamin pada hari tersebut tak ada bunyi petir dan hujan deras, lagipula suara
anjing, burung, anak-anak yang sedang berkejar-kejaran, maka itu dalam
keseharian harus melatih walaupun suara apapun yang terdengar, kita tetap
bersukacita melafal Amituofo dan berbahagia lahir ke Alam Sukhavati.
Kondisi yang tak mendukung, hati mendukung; “ribut sekali” juga bukan
rintangan.
Ketika ayahku meninggal dunia dan
disemayamkan di rumah duka, saya menemukan bahwa masing-masing ruangan cuma
berukuran 2 meter, masing-masing keluarga almarhum akan menggunakan cara
berbeda untuk mengadakan upacara duka, ada yang mengundang imam Tao yang
memukul gong dan simbal; ada yang
mengundang orang memainkan musik, ada yang mengundang biarawan Buddha untuk
melafal nama Buddha dan membaca sutra, semuanya mempersiapkan alat musik
masing-masing dengan volume suara yang paling keras, setiap saat ada belasan
kelompok yang dalam waktu bersamaan mengadakan upacara doa, suaranya ramai
sekali sampai berbicara pun tidak terdengar suara sendiri. Adik yang baru
pulang dari Amerika, sangat tidak menyukai tradisi Taiwan ini, sehingga
berusaha meminta agar semua pihak
bersedia mengecilkan suara, tapi dampaknya juga tak jauh beda.
Saya jadi teringat akan ajaran ayah
semasa hidup, lalu saya tersenyum pada adik dan berkata padanya : “Jika ayah
keluar dari peti mati pasti akan berkata, begitu saja kamu sudah tak mampu
menfokuskan diri melafal Amituofo, apa lagi yang sanggup kamu lakukan?” Mendengar
ini adik jadi tertawa, untunglah ada ajaran dari ayah, dalam kondisi yang hiruk
pikuk masih bisa terfokus, andaikata karena ribut maka tidak bisa menenangkan
diri, maka orang semacam ini ketika meninggal dunia dan disemayamkan di rumah
duka pasti akan merasa “hiruk pikuk” dan sangat terganggu, dan timbul
kerisauan. Maka itu kita harus melatih ketika mendengar suara apapun, suka
maupun tak suka, tetaplah melafal Amituofo tanpa rintangan.
Kita tidak bisa berharap lingkungan
yang menuruti kita, tetapi kita dapat melatih menganggap semuanya adalah
jelmaan Buddha Amitabha, segalanya dapat membantu kita teringat dan melafal Amituofo,
jika kondisi sekitar semakin ribut, hatiku akan semakin bersemangat melafal
Amituofo.
Dikutip
dari ceramah Master Dao-zheng : “Teratai
Mustika Yang Cacat”.