Mengapa Kita Tidak Bahagia?
Mari kita pikirkan, mengapa kita tak
bahagia? Mungkin kita kehilangan sesuatu yang kita sukai, atau yang sangat berharga, atau orang yang kita sayangi;
contohnya bila suami memiliki wanita lain dan tidak pulang ke rumah, atau teman
baik anda salah paham pada dirimu, anda kehilangan teman baik; atau mendengar
kritikan pedas terhadap diri anda; atau hasil kerja yang tidak sesuai dengan
keinginan anda; atau kehilangan kesempatan baik atau tidak mendapat perhatian; sampai
pada perlakuan yang tak adil pada diri anda. Kita tidak pernah berpikir mengapa
kejadian-kejadian ini bisa membuat kita tak bahagia?
Sebuah “Nilai”Yang Membuat Kita Tak Bahagia.
Jika hari ini anda kehilangan sesuatu
yang tidak anda sukai, maka kita akan merasa biasa saja, takkan merasa sedih,
karena anda merasa benda tersebut tak bernilai bagi diri anda.
Namun jika hari ini orang lain
kehilangan suaminya, anda juga tidak merasa sedih, dan tidak akan berpengaruh apa-apa
pada diri anda. Karena suami orang tidak penting bagi anda, anda tidak merasa
itu bernilai bagi anda, walaupun diberikan kepada anda, anda juga tidak mau, jadi
walaupun kehilangan juga tak masalah!
Kadang kala ada ucapan yang terdengar
kurang nyaman bagi diri anda, misalnya perkataan yang menjelekkan diri kita, jika
orang lain mengatakan : “Mengapa anda begitu bodoh! Nilai apa yang anda peroleh
dari hasil ujian ini!”, setelah mendengar ucapan ini kita akan merasa sangat
sedih. Pertama, karena perkataan ini ditujukan pada “saya” , disebabkan kita
melekat pada keakuan, namun sebaliknya jika kritikan pedas itu ditujukan pada
orang lain, maka kita takkan bersedih hati. Yang kedua karena kita menganggap kata
“bodoh”, adalah kata yang negatif, dan kata “pintar”, “hebat” barulah positif. Karena
pandangan kita ini, yang menganggap kata “bodoh” tidak memiliki nilai, kata
“hebat” barulah bernilai, barulah kritikan pedas itu dapat membuat diri kita
tidak senang.
Manakah Yang Lebih Bernilai?
Benarkah
kata “hebat” lebih bernilai dan kata “bodoh” tak memiliki nilai? Apakah orang
yang lebih berprestasi lebih memiliki nilai daripada mereka yang kurang
berprestasi? Ini tidak mutlak. Semasa kecil saya juga berpikir demikian namun
sekarang sudah tidak lagi, saya membuang semua pemikiran ini. Sebagian
ayahbunda mengatakan pada saya, semula mereka menganggap bahwa memiliki
anak yang berprestasi adalah hal yang
baik, namun pada akhirnya anak-anak itu melanjutkan sekolah ke luar negeri,
tidak satu pun yang tinggal di samping ayahbunda, ketika ayahbunda lanjut usia,
sakit-sakitan dan tidak leluasa bergerak, hanya tinggal anak-anak yang kurang
berprestasi, yang tidak mampu melanjutkan pendidikan di luar negeri, yang
merawat mereka. Jadi menurut anda, manakah yang lebih bernilai?
Dikutip
dari ceramah Master Dao-zheng : “Teratai
Mustika Yang Cacat”.