Tukang jagal jadi
Bodhisattva---senyuman yang paling berharga dan paling langka.
Berharap agar
Buddha melindungi semua insan.
Ada seorang pasien yang walaupun
seorang tukang jagal, namun sikapnya pada orang lain tulus dan lapang hati.
Menjagal babi adalah karir warisan ayahbundanya, dia memberitahukan saya :
“Kami tak leluasa mengubah pekerjaan ini, juga tidak tahu bagaimana seharusnya
mengganti profesi”. Sejak kecil ada yang mengajari dia melafal Amituofo,
sehingga sejak kecil setiap melihat Rupang Buddha, dia segera beranjali melafal
Amituofo 3 kali. Setiap kali berdoa dia tak pernah memohon untuk dirinya
sendiri, namun memohon pada Buddha agar melindungi semua orang.
Menyadari
penderitaan babi ketika hendak dijagal, bertobat dengan setulusnya.
Walaupun telah menjagal babi dalam
jangka waktu yang lama, namun sikapnya baik pada orang lain, para kerabatnya
yang datang berkunjung, semua telah pernah menerima budi dari dirinya, dan
sangat berterimakasih serta memujinya. Namun menjagal babi tetaplah pembunuhan
dan akan mendapatkan akibatnya. Kemudian dia mengidap kanker tenggorokan, hanya
dalam beberapa tahun, sel kanker telah menyebar ke seluruh tenggorokannya. Walaupun
telah menjalani terapi, namun kambuh kembali, setiap malam dia berbaring di
atas kasur, sulit bernapas, waktu bernapas akan terdengar suara yang serupa suara
menarik gergaji, dahaknya tertahan di kerongkongan, tidak bisa keluar juga
tidak bisa ditelan. Setiap pernafasan baginya adalah penderitaan yang amat
menyiksa. Dalam penderitaan dia memberitahukan saya bahwa kini dia telah
menyadari bagaimana penderitaan babi ketika hendak dijagal. Kemudian dia duduk
di atas kasur dan mulai melafal Amituofo, bertobat dengan setulusnya.
Karena tidak dapat menelan, maka
harus dipasang selang nasogastrik untuk menuangkan makanan ke dalamnya, walaupun
demikian dia tetap berpandangan lapang, dan dapat membangkitkan tekad melafal
Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati. Maka itu wajahnya tampak riang gembira,
berbeda dengan pasien lainnya.
Membangkitkan tekad
Bodhisattva untuk mendonorkan organ tubuh.
Suatu hari dia berkata padaku :
“Dokter Guo, lihatlah, bagian mana dari tubuhku yang masih bisa dipakai? Apakah selaput bening mataku bisa didonorkan
kepada orang lain? Apakah jantungku masih bagus? Apakah bisa didonorkan kepada
orang lain? Bagian yang bisa didonorkan, tolong bantu saya mendonorkannya
keluar, karena dengan mengorbankan diri saya seorang saja tak masalah, asalkan
orang lain bisa sehat”. Mendengar ucapannya, saya jadi terharu serta memujinya
: “Anda sungguh berhati Bodhisattva!”
Dan karena dia seorang penderita
kanker, walaupun amat mulia sudi dalam kondisi masih hidup mendonorkan organ
tubuhnya, namun siapa yang berani menerimanya? Apakah si penerima juga tidak
merasa khawatir takut tertular? Walaupun niatnya amat mulia, saya juga tak
berani menyinggung perasaannya, maka terpaksa mengalihkan pembicaraan yang bisa
memotivasi dirinya.
Saat itu saya memberitahukan padanya
: “Seorang manusia dalam kehidupannya adalah satu teladan, semangatmu dapat
membantu banyak insan untuk mengganti jantung, mata, atau organ tubuh lainnya.
Sepasang selaput bening matamu hanya bisa diberikan kepada satu orang, lagipula
orang yang menerima donor ini saat bisa melihat kembali, namun kondisi
disekelilingnya bisa saja membuatnya marah atau senang, belum pasti kan! Juga ada orang yang setelah menerima donor
ini jadi bisa melihat hal yang membuatnya jadi emosi, sehingga jadi lebih
menderita. Kalau seorang manusia tidak bisa menggunakan matanya untuk hal yang
bermanfaat, walaupun memiliki mata, dan selaput bening yang sehat, belum tentu
akan bahagia. Jika seseorang belum memahami kebenaran, walaupun menjalani
transplantasi jantung, juga belum tentu bahagia, dan puas. Di dunia ini banyak
insan yang memiliki mata dan jantung, namun sangat menderita, karena itu yang
paling penting adalah membuka mata hati”.
Dengan hati Buddha yang maitri karuna, melafal nama Buddha,
anda dapat mendonorkan kepada banyak orang “selaput bening mata hati
anda”,
dapat melihat Alam Buddha nan suci, menghapus tumimbal lahir yang menakutkan.
Pada saat itu saya menasehatinya : “Bila
anda memiliki hati Buddha yang maitri karuna, bila menggunakannya untuk melafal
Amituofo, maka akan sejalan dengan Buddha. Kekuatan Buddha Amitabha sungguh tak
terbayangkan, bila jalinan jodoh dengan dunia ini belum usai, yang berarti praktisi yang belum sampai
ajalnya, maka akan terlepas dari malapetaka, memperpanjang usia, sehingga jiwa
raga kita senantiasa damai. Bila sebaliknya praktisi yang masa hidupnya telah
usai, maka Buddha Amitabha akan menjemputnya ke Alam Sukhavati. Sekarang anda
melafal Amituofo dengan bersungguh-sungguh, maka sekarang juga jiwa raga akan
menjadi damai, saat ajal dapat terlahir ke Alam Sukhavati, kemudian kembali
lagi untuk menyelamatkan semua makhluk.
Manusia di saat menjelang ajalnya
adalah momen yang amat penting, momen ini harus dilalui oleh setiap insan, momen
penting ini yang menentukan setelah menghembuskan nafas terakhir, bisa naik
atau jatuh. Bila ingin naik maka setiap niat pikiran adalah Amituofo bertekad
lahir ke Alam Sukhavati, jika saat menjelang ajal timbul pikiran jahat, maka
mungkin jatuh ke neraka menjalani penderitaan. Jika di saat begini anda masih
dapat giat berusaha melafal Amituofo, dengan
tekad terlahir ke Alam Sukhavati melafal Amituofo dengan setulusnya, pasti akan
dijemput oleh Buddha Amitabha, duduk di singgasana teratai Alam Sukhavati, maka
dalam kehidupan ini anda telah menjadi seorang teladan.
Asalkan anda dapat terlahir ke Alam
Sukhavati, maka akan dapat menyelamatkan banyak orang, anda bukan saja dapat
mendonorkan selaput bening mata atau jantung kepada satu orang, namun anda
dapat membantu banyak orang untuk membuka mata hatinya, menghapus tumimbal
lahir yang menakutkan. Ini sama dengan mendonorkan banyak selaput bening mata hati, agar semua
insan dapat melihat dengan jelas Alam Sukhavati. Bila anda dapat terlahir ke
Alam Sukhavati, maka ini adalah hasil yang sempurna, maka itu para guru sesepuh
menceramahkan bahwa membantu seorang insan agar berhasil terlahir ke Alam
Sukhavati, adalah sama dengan menghasilkan seorang insan menjadi Buddha,
sungguh jasa kebajikan yang tak terbayangkan.
Pendonor organ amat
mulia, namun memerlukan maha maitri karuna, kekuatan kesabaran, tidak boleh
terlalu bersemangat dan gegabah.
Saya berkata demikian padanya, bukan
berarti saya menghalangi orang yang membutuhkan
transplantasi organ memiliki kesehatan dan kebahagiaan, namun di satu
sisi sel kankernya telah menyebar ke seluruh tubuhnya; pendonor organ tidak
boleh terlalu gegabah, karena harus dapat menahan penderitaan ketika bagian
tubuh dipotong, dalam batinnya tetap terasa bebas, tidak timbul kerisauan
maupun penyesalan, ini memerlukan kesabaran yang sangat mendalam, kekuatan maitri karuna yang sangat mendalam,
barulah dapat melakukannya, ini bukan dapat dilakukan oleh kemampuan manusia
biasa. Ada orang yang begitu mudah berniat, namun ketika pisau potong menyentuh
dagingnya, maka akan timbul rasa sakit, ketakutan dan timbul penyesalan. Jadi
janganlah karena semangat sesaat ingin menjadi pahlawan sehingga memiliki niat
demikian dan gegabah melakukannya, ukurlah terlebih dahulu kemampuan dan kekuatan
tekad, kekuatan kesabaran, daripada sampai detik itu pikiran menjadi goyah dan
menyesal.
Menyadari bahwa
sepanjang hidup menjagal babi, bukan keuntungan lebih yang didapatkan, malah
harus berhutang, melunasi hutang dengan penderitaan yang ekstrim.
Setelah mendengar ucapanku, dia
melafal Amituofo dengan serius, sehingga tidak memerlukan lagi obat pereda
sakit dapat melewati hari-harinya dengan tenang. Dia memberitahukan saya,
sepanjang hidupnya dia menjagal babi, semula dikarenakan kesulitan ekonomi keluarga,
jadi mau tak mau harus menjagal babi, setelah diserang penyakit, barulah
menyadari hasil keuntungan yang diperoleh selama menjagal babi tidak dapat
menutupi biaya pengobatan, masih harus melunasi banyak hutang, lebih susah dari
semula.
Kita selalu berpandangan bahwa “jika
saya tak menekuni karir ini, maka saya tak sanggup membiayai hidup lagi!”, ucapan
semacam ini, sudah tahu bahwa profesi ini bertentangan dengan ajaran Buddha,
tapi masih melanjutkannya, sampai ketika menyadari ini tidak diperbolehkan,
barulah menyesali dan merenungkan, sepanjang hidup anda menggunakan cara yang
bertentangan dengan ajaran Buddha, mencari keuntungan dan ketenaran yang hanya
semata-mata, namun pada akhirnya pengorbanan yang harus anda bayar melampaui
ketenaran dan keuntungan yang anda peroleh.
Menjelang ajal melafal
Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati, wajah memancarkan senyuman berharga nan
langka.
Beberapa sahabat Dharma juga telah
beberapa kali berkunjung dan membantu melafal Amituofo untuk pasien ini, serta memberikan ceramah
Dharma padanya. Kemudian dia memutuskan untuk pulang ke rumah, beberapa hari
sebelum ajal, dia tahu waktunya telah sampai, dan berpesan kepada anak-anaknya
: “Pergilah mengundang rekan-rekan Dokter Guo untuk datang membantuku melafal
Amituofo”. Setelah selesai membantu dan pulang, rekan-rekanku berkata bahwa
pasien ini melafal Amituofo dengan wajah tersenyum terlahir ke Alam Sukhavati. Semua
hadirin semakin melafal Amituofo semakin memancarkan senyum, selama 8 jam
jasadnya tetap memancarkan senyum pada hadirin yang membantunya melafal
Amituofo, para sahabat Dharma yang turut membantu melafal Amituofo juga sangat
tergugah dan memberi pujian.
Senyuman terakhir manusia adalah senyuman
yang paling berharga dan paling langka.
Dikutip
dari ceramah Master Dao-zheng : “Teratai
Mustika Yang Cacat”.