Juga Bisa Sambil Mengingat dan Melafal Amituofo
Ada sebuah kisah nyata, ada seorang praktisi,
2-3 hari sebelum wafat, rekan-rekan nya membantunya melafal Amituofo, tiba-tiba
dia ingin minum kopi, namun pihak keluarga merasa kopi merugikan kesehatan, sehingga
tidak memberikan kopi padanya. Lagipula para sahabat Dharma yang lain juga
menyalahkan praktisi ini yang bukannya menfokuskan diri melafal Amituofo, malah
ingin minum kopi, sungguh sesat. Semua hadirin juga khawatir kalau praktisi ini
tidak bisa melepaskan kemelekatan pada kopi, makanya tidak memberinya minum
kopi. Namun praktisi ini jadi begitu putus asa karena permintaan nya yang hanya
setetes kopi pun tak bisa terkabul. Karena tak tergapai maka keinginan nya ini
semakin menggebu-gebu! Sehingga dia berubah jadi terfokus pada “meributkan
ingin minum kopi”, tidak mau melafal Amituofo lagi, dan lagi semakin mendengar
suara lafalan nama Buddha, dia jadi semakin emosi!
Para sahabat Dharma bertanya pada saya : “Apa
yang harus dilakukan?” Saya menjawab : “Tolong sediakan dua cangkir kopi, saya
akan bersulang dengannya!”
Pihak keluarganya merasa cemas berkata :
“Kopi berbahaya pada kesehatan”. Sesungguhnya sudah sampai ajal, bukanlah
saatnya mencemaskan kopi berbahaya pada kesehatan, lagipula praktisi itu juga
sudah sulit menelan, paling tidak hanya satu atau dua tetes saja bukan masalah
besar, juga tidak melanggar sila, hanya sebuah permintaan kecil, namun ditolak
dengan mentah-mentah, hal ini akan menunda misi besarnya, sehingga timbul emosi
dan tentunya tidak baik!
Karena itu saya bersukacita menikmati minum
kopi bersamanya, ketika bersulang kami melafal Amituofo, bersulang dengan “para
Buddha dan Bodhisattva di pesamuan kolam teratai”, praktisi itu ternyata juga bersulang
dan melafal “Amituofo” , wajahnya penuh senyuman dan berkata : “Hari ini saya
merasa langit cerah dan sejuk, bersulang dengan pesamuan kolam teratai,
Amituofo!” Sesungguhnya dia hanya mampu minum sedikit saja, namun merasa senang
sekali dan kembali melafal Amituofo lagi, dan tidak meributkan lagi ingin minum
kopi.
Walaupun minum kopi tapi tak boleh terpisah
dari melafal Amituofo, juga bukan sebuah keharusan bahwa melafal Amituofo tidak
boleh minum kopi. Namun dalam segala aktivitas baik berjalan, berdiri, duduk
dan berbaring tak terpisah dari melafal Amituofo. Jika melafal Amituofo tidak
boleh beraktivitas, tidak boleh minum, tidak boleh bernafas, maka harus
bagaimana baiknya? Jadi yang penting adalah objek fokus kita, mengingat dan
melafal Amituofo, juga dapat bertemu dengan Buddha Amitabha.
Mengenai tekad Buddha Amitabha ke 18 saya
ingin sharing dengan anda sekalian : ketika kita masih sibuk bertumimbal lahir,
Buddha Amitabha telah memahami penderitaan tumimbal lahir, Beliau juga memahami
sifat kita yang sulit merelakan sesuatu, tidak mampu menghapus keraguan,
penderitaan dan kesulitan ini, Buddha Amitabha telah memahaminya, maka itu
selama menjalani 5 kalpa pelatihan diri, Beliau mengadakan perenungan.
Selama 5 kalpa itu Beliau merenungkan
bagaimana cara untuk menyelamatkan insan dengan akar kebajikan yang paling
rendah, akhirnya Beliau berhasil menemukan caranya, berkata : “Ah! Saya telah
menemukan jalan untuk menyelamatkan insan dengan akar kebajikan yang paling
rendah!”
Maka Beliau mengikrarkan tekad, perhatikan
lho…Dia sendiri yang duluan mengikrarkan tekad! Yakni pasti harus menyelamatkan
semua makhluk tanpa terkecuali! Setelah mengikrarkan tekad, Beliau melanjutkan
pelatihan diri Nya menwujudkan Alam Sukhavati, agar kita tak perlu menderita
lagi, dan menyadari kita yang berakar kebajikan rendah ini, sehingga mengutus
para Makhluk Suci yang berakar kebajikan tinggi untuk menjadi sahabat kita. Ini
semua adalah maitri karuna Nya, tidak tega melihat kita menderita. Setelah
terlahir ke Alam Sukhavati, segalanya terpenuhi sesuai keinginan, setelah makan
tak perlu cuci piring, karena Buddha Amitabha akan membereskan semuanya buat
kita.
Dikutip dari buku “Buddha Hendak Menyelamatkan Dirimu”karya
Master Dao-zheng