Bara api berubah menjadi teratai
merah (bagian 1)
Kisah Perjuangan Wang Xue-qin
Hati dan pemikiran kita dapat mengubah kehidupan
dan nasib, bisa menyebabkan kita menjadi insan awam yang menderita dan suka
mengeluh, atau Bodhisattva yang bersukacita.
“Saya sangat beruntung karena
kehilangan satu kaki, barulah dapat mendengar Buddha Dharma............”
Ada seorang seniorku yang bernama Wang Xue-qin, di
usianya 30 lebih karena menderita kanker tulang sehingga salah satu kakinya
harus diamputasi, dan karena para dokter menganggap bahwa kanker tulangnya
tergolong ganas, maka dokter memprediksi hidupnya sulit bertahan untuk satu
tahun ke depan, namun di luar dugaan selama 10 tahun ini dia masih baik-baik
melafal Amituofo, dan memberi motivasi kepada orang lain. Dia telah menjalani
operasi sebanyak 22 kali, tidak hanya harus kehilangan satu kakinya, dan satu
bagian paru-parunya juga harus dipotong, namun yang mengharukan adalah ketika
kehilangan satu kakinya, dia berkata padaku : “Saya sungguh beruntung, karena
harus kehilangan satu kaki, baru memiliki kesempatan mendengar Dharma, bila
sebaliknya tidak memiliki kesempatan mendengar Buddha Dharma, entah berapa
banyak karma buruk yang akan saya perbuat lagi, kelak tidak tahu berapa banyak
siksaan yang harus saya derita lagi!
Demi memohon
Dharma memotong lengan sendiri
Pada jaman dahulu ada seorang sesepuh Zen yang
bernama Hui-ke, dia ingin memohon Dharma pada Master Zen Bodhidharma, sehingga rela
memotong satu lengannya. Hari ini pula saya mendengar bahwa ada yang berkata
padaku rela memotong satu kaki demi mendengar Buddha Dharma, sungguh
mengharukan, malah menganggap diri sendiri sungguh beruntung, sehingga saya
merasa amat malu, saya belajar Buddha Dharma, kesempatan mendengar Buddha
Dharma datangnya begitu mudah, maka itu saya tidak memiliki hati yang serupa
dirinya.
Kekayaan berlimpah tidak dapat
meringankan penderitaan, juga tidak dapat melapangkan pikiran.
Dia memberitahukan saya bahwa sesungguhnya dia
memiliki kepribadian yang sangat tegas, boleh
dikatakan “sangat galak”, bila sedang emosi, dia bisa melemparkan batu ke orang
lain, ketika belum diserang penyakit, setiap harinya hanya sibuk mencari uang,
pernah ada yang menasehatinya melafal Amituofo, dia akan balas menjawab : “Orang
tolol baru melafal Amituofo, tidak mencari uang buat apa melafal Amituofo”.
Ketika penyakit menyerangnya, barulah menyadari berapa pun banyak uang yang
diperoleh juga tidak cukup digunakan, bukan hanya itu, berapa pun kekayaan yang
dimiliki juga tidak dapat meringankan penderitaannya. Berapa pun harta yang
diperoleh juga tidak bisa membantu melapangkan pikiran, tidur nyenyak, berapa
pun banyak uang yang dimilikinya juga tak mampu menghalangi niatnya untuk bunuh
diri.
Hati yang gelisah, ingin bunuh diri, sel
kanker menyebar dengan cepat.
Ketika pertama kali dia divonis menderita kanker
tulang, dokter bertanya padanya : “Apakah anda tahu bahwa penyakit yang anda
derita adalah kanker?” Dia menjawab:”Saya mengetahuinya, namun sejak awal saya
tak pernah mengira akan menderita kanker jenis tulang ini!” Siapa yang dapat meramal bahwa babak kehidupan
yang paling menderita bisa menimpa diri sendiri? Pikirannya jadi sempit, ketika
kamar pasien sedang tidak ada yang jaga, maka dia segera mengambil pisau buah
dan ingin mengakhiri hidupnya, namun kebetulan suster datang, melihat
tindakannya itu segera bertanya : “Apa yang ingin anda lakukan?”. Dia menjawab
dengan tak berdaya : “ Tidak apa-apa, saya hanya ingin mengupas buah”. Namun
suster juga tahu apa kehendak hatinya, karena pasien memang amat menderita,
ingin mengakhiri nyawa serta penderitaannya, hal ini merupakan kejadian yang
sulit dihindari.
Saat itu dia belum pernah mendengar Buddha Dharma,
karena itu pemikirannya selalu buntu pada pikiran sempit tersebut. Dia berpikir
: “Karena sakit maka harus terbaring di rumah sakit, satu sen pun tak bisa
kuhasilkan, tubuhnya sendiri juga tak bisa leluasa bergerak, hidup pun terasa
tak bermakna!. Kemudian dia berusaha keluar dari rumah sakit, namun akhirnya
masuk kembali ke rumah sakit lainnya, hanya dalam waktu beberapa bulan saja,
karena pikirannya sangat risau, maka sel kanker menyebar dengan cepat, sehingga
harus segera dilakukan operasi.
Pendarahan besar, satu kakinya
terpaksa diamputasi.....
Suatu hari pembuluh darah besar di kakinya pecah
sehingga terjadi pendarahan besar, cairan darah memenuhi permukaan lantai, maka
itu dengan terpaksa satu kakinya harus diamputasi! Bayangkan seorang gadis muda
yang sangat suka berdandan, bagaimana bisa menerima kenyataan harus kehilangan
sebuah kaki dan menjadi cacat, kenyataan yang begitu tragis ini? Penderitaan
nya ini dapat kita bayangkan betapa kesengsaraan yang dia alami.
Ceramah dari Master Guang-qin
Syukurlah tetangganya adalah seorang suster yang
juga belajar ajaran Buddha, ketika mengetahui kondisi penyakitnya segera
menasehatinya untuk belajar Buddha Dharma. Kemudian ketika dia menjalani terapi
pemulihan di rumah sakit, kebetulan berpapasan dengan Master Guang-qin yang
juga sedang diopname di rumah sakit yang sama, dia juga melihat Master tidak
bisa leluasa bergerak, harus memegang tongkat, walaupun demikian, penampilan
Master penuh dengan citra wibawa seorang praktisi sejati, bukan karena tak leluasa
bergerak maka harus tampak begitu risau. Tiba-tiba dia berpikir : “Ternyata
bukan saya saja yang pincang, Master yang begitu berwibawa juga harus memegang
tongkat, maka itu dia segera menghampiri dan meminta wejangan dari Master.
Master Guang-qin menceritakan tentang masa lalunya,
ketika beliau belum menjadi anggota Sangha, beliau pernah bekerja di
ketentaraan, dia suka makan daging, setiap tiba di sebuah dusun maka akan
menghabiskan semua ternak di sana, kemudian dia melihat roh ternak yang pernah dimakannya
datang meminta keadilan, Master menyadari kesalahannya, tidak mempertimbangkan
penderitaan para makhluk, hanya mementingkan kepuasan lidah. Master berkata
penderitaan yang dialaminya sekarang akibat perbuatannya di masa lalu, karena
telah memahami akan hukum karma, maka dia bersukacita melunasi hutangnya,
bertobat dan memperbaiki diri, penderitaan yang harus dijalani, setelah berlalu
berarti telah melunasi sejumlah hutang, ini yang disebut “ikhlas menerima dan
menyelesaikan penderitaan”. Bila kita ikhlas menerima satu bagian penderitaan
berarti telah menguraikan satu bagian penderitaan.
Master juga mengajari nya untuk membaca sutra dan
melafal Amituofo untuk memutar kekuatan karma, dengan jasa kebajikan dari
membaca sutra dan melafal Amituofo, menguraikan semua karma buruk. Kekuatan
dari melafal Amituofo ibarat panas matahari, karma buruk ibarat es beku, panas
mentari dapat mencairkan es beku sehingga menjadi “air jasa kebajikan”, semakin
tulus melafal Amituofo maka suhu panas mentari semakin meninggi, es beku juga
akan semakin cepat mencair. Penderitaan yang mulanya begitu berat dan tersiksa,
namun setelah melalui kekuatan hati yang melafal Amituofo, dengan segera dan
mudah jadi terurai, tereliminasi!
Semakin ikhlas dan bersukacita menerima hukuman
ini, musuh kita yang melihat ini juga akan segera mengurai permusuhan,
sebaliknya bila kita tidak ikhlas membayar hutang, penagih hutang pun semakin
emosi, amarah pun semakin menjadi-jadi! Kita harus bisa memahami perasaan orang
lain. Andaikata saja orang lain yang berhutang pada anda, ketika jatuh tempo
anda pergi menagihnya, kemudian orang itu mengeluh bahwa membayar hutang itu
sungguh menderita dan tak ikhlas melunasi nya, bagaimana perasaan anda? Tentu
saja anda merasa orang ini tidak memiliki aturan, anda tentu ingin melimpahkan
lagi bunga hutang supaya merasa puas. Sebaliknya bila si penghutang begitu
rajin dan tekun, serta bersukacita segera melunasi hutangnya pada anda,
bukankah kita juga tak ingin mendesaknya bukan? Dalam kebersamaan dengan makhluk
lain, adalah “dengan pikiran saling mempengaruhi satu sama lainnya”, yakni
pikiran kita dapat mempengaruhinya, pikirannya juga dapat menggerakkan
pikiranku, maka itu kita harus menggunakan pikiran yang baik, hati yang
bersukacita dan maitri karuna, untuk menuntun pikiran maitri karuna dan
sukacita insan lain.
Dikutip dari Ceramah Master Dao-zheng :
Kelompok Gangster Berubah Menjadi
Pesamuan Kolam Teratai