Melafal Amituofo harus menghadap pada channel yang
tepat. Menjadi pengendali diri sendiri.
Ada orang yang mengatakan Buddha Amitabha tidak sakti, ketika perutnya sakit dia melafal Amituofo namun perutnya tetap sakit, mengapa dia melafal Amituofo tidak memiliki khasiat? Karena sewaktu perutnya sakit, dia melafal Amituofo namun tidak menfokuskan pikiran ke dalam Amituofo, hanya terus memikirkan perutnya yang sakit. Ibarat kita menonton televisi, bila ingin menonton siaran TTV maka harus mencocokkan channelnya ke TTV, jika nomornya tidak sesuai atau sebentar-sebentar berganti siaran, tayangan demikian sungguh kacau dan tampak tak jelas. Aturan ini sangat sederhana, melafal Amituofo juga serupa, dalam melafal Amituofo seluruh tubuh dan pikiran harus rileks, menfokuskan perhatian pada sepatah “Amituofo “. Jika tubuh masih ada rasa tegang, kaku, berarti pikiran masih melekat pada banyak bagian dari tubuh, tidak sudi melepaskan, tidak terfokus pada Buddha. Karena tak terfokus, perhatian jadi terbagi ke banyak titik, makanya tidak mudah terjalin, ibarat siaran televisi yang terus menerus diganti siarannya, sehingga tidak tampak hasil akhirnya.
Teori memang gampang dipahami, namun
kenyataannya justru harus mengendalikan pikiran sendiri, seketika juga dapat
menenangkan diri berkonsentrasi melafal Amituofo, ini diperlukan kesabaran untuk melatihnya
barulah dapat melakukannya. Bila anda tidak percaya, sekarang juga boleh
dipraktekkan, sekarang anda coba melafal sepuluh kali “Amituofo”, jika selama
melafal sepuluh kali pelafalan tidak timbul pikiran lain, maka ini berarti anda
memiliki sedikit dasar. Bila baru saja
melafal satu dua kali lafalan sudah teringat pada bakpau kacang di kulkas yang
hampir rusak, tidak dipanaskan sebentar
tidak bisa : terpikir lagi bajuku yang begitu cantik telah berlubang digigit
serangga, sungguh disayangkan, sebentar memikirkan ini sebentar memikirkan itu,
terus mengkhawatirkan segala macam besi
karatan di alam saha, benda yang sedikitpun tak bernilai, ini menandakan hati
kita diikat oleh sesuatu dengan sangat erat, sehingga tidak dapat menjadi
pengendali diri.
Sampai pikiran sendiri saja tidak mampu
dikendalikan, kehidupan kita juga sama halnya tiada keyakinan, diri sendiri tidak yakin dan tidak tahu kapan
akan pergi, setelah pergi tidak tahu ke
mana harus menuju, ini sungguh tidak
memiliki keberuntungan, ini barulah menyeramkan. Jika dalam keseharian kita
senantiasa melatih kebiasaan untuk menghemat wakttu yang biasanya dipakai untuk
keluhan-keluhan, mengobrol, kemudian menghemat tenaga yang biasanya dipakai
untuk merisaukan dan mengkhawatirkan, waktu
dan tenaga ini kita gunakan untuk melafal Amituofo, melatih dalam setiap saat
dapat menfokuskan diri melafal Amituofo, melatih untuk mengubah khayalan dan
kemelekatan kita, melatih untuk tidak terpengaruh gangguan dari lingkungan
sekitar, dapat menjadi pengendali diri sendiri, bukankah ini sangat baik? Tak
peduli lahir atau mati, juga dapat begitu bebas.
Dikutip dari ceramah Master Dao-zheng : “Dari Bahagia
Menuju Kebahagiaan”